JURNALNUSANTARA.NET – Kota Yogyakarta dikenal sebagai pusat kebudayaan dan seni di Indonesia. Selain itu, Kota Yogyakarta juga menerima penghargaan sebagai Kota Batik Dunia oleh Dewan Kerajinan Dunia atau World Craft Council pada tanggal 18 Oktober 2014.
Penghargaan ini merupakan pengakuan atas peran Kota Yogyakarta dalam melestarikan, mengembangkan, dan mempromosikan batik sebagai warisan budaya tak benda yang telah diakui UNESCO sejak tahun 2009.
Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda Kota Yogyakarta, Kadri Renggono mengungkapkan, Batik telah menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat Yogyakarta.
“Seni membatik yang kaya akan nilai-nilai tradisi ini tidak hanya dipandang sebagai produk budaya, tetapi juga sebagai identitas lokal dan kebanggaan masyarakatnya. Dengan pengakuan di kanca Internasional ini, Yogyakarta semakin memperkuat posisinya sebagai pusat batik di Indonesia,” terang Kadri saat memberikan sambutan pada kegiatan Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik dengan tema ‘Sustainabilitas Budaya melalui Inovasi’ di Hotel Harper Malioboro Yogyakarta, Senin (14/10/2024).
Seminar Nasional ini adalah bentuk rangkaian dari kegiatan Hari Batik Nasional 2024 yang diadakan oleh Balai Besar Standarisasi dan Pelayanan Jasa Industri Kerajinan dan Batik (BBSPJIKB) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) RI, berkolaborasi dengan Museum Batik Indonesia.
Kadri menyampaikan, tantangan terbesar yang dihadapi saat ini adalah pelestarian batik di kalangan generasi muda. Dimana kemajuan teknologi dan globalisasi, menjadi tantangan generasi muda dalam melestarikan batik yang menyesuaikan perkembangan zaman.
“Untuk itu Pemkot Yogyakarta telah mengintegrasikan seni membatik dalam kurikulum sekolah. Anak-anak diajarkan teknik membatik dasar sejak usia dini, sehingga mereka mengenal dan memahami proses pembuatan batik, serta mengapresiasi nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya,” jelasnya.
Selain itu, Pemkot Yogyakarta juga melakukan berbagai upaya dalam mempertahankan eksistensi dan keberlanjutan batik dengan berbagai cara diantaranya dengan melakukan Gerakan Jogja Membatik bersama Pusat Desain Industri Nasional (PDIN) Yogyakarta melibatkan pelajar, guru, pekerja seni dan pengusaha UMKM.
Selanjutnya, pemerintah juga menyelenggarakan lomba desain busana dan fashion show batik untuk para pelajar SMA, lomba Batik Sawit Nasional, serta fashion show batik OPD.
Tak hanya itu, pemerintah juga memiliki mesin batik Batimo yakni mesin batik berteknologi Computer Numerical Control (CNC) yang saat ini sudah teruji kinerjanya untuk memproduksi batik dengan kualitas dan standar yang baik.
“Pemerintah juga memberikan fasilitas sertifikasi kompetensi profesi batik dan memberikan pelatihan diversifikasi produk batik lukis bagi Industri Kecil Menengah (IKM) di Kota Yogyakarta,” imbuhnya.
Kadri berharap, pelestarian batik tidak hanya dari pendidikan formal saja, tetapi dari berbagai sisi seperti pelatihan yang diberikan melalui sanggar batik dan workshop membatik juga diharapkan aktif untuk terus berinovasi.
Sehingga dengan berbagai upaya yang diberikan akan menarik perhatian generasi muda dalam membatik yang dapat dinikmati dan mampu bersaing hingga mancanegara.
“Dengan langkah-langkah ini, Yogyakarta tidak hanya sekedar mempertahankan statusnya sebagai Kota Batik Dunia, tetapi juga memastikan bahwa warisan budaya ini akan terus hidup dan berkembang di tangan generasi muda yang inovatif dan penuh semangat,” tuturnya.
“Kita berharap, batik tidak hanya akan tetap menjadi identitas bangsa, tetapi juga menjadi bagian dari tren global yang dapat dibanggakan,” imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Bagian Umum Museum Batik dan Cagar Budaya, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), Brahmantara mengatakan, kegiatan ini menjadi salah satu cara untuk merumuskan usulan dari berbagai pihak terhadap kendala yang terjadi.
Sehingga proses pelestarian batik yang dihadapi akan terus berkembang menyesuaikan perkembangan zaman.
“Ini menjadi salah satu tugas kami di Museum Batik dalam memberikan edukasi dan dukungan dalam meningkatkan riset untuk mendukung kualitas batik dan regenerasi batik di Indonesia. Jadi, batik akan terus berkembang. Kami sangat terbuka dalam menjalin kerjasama,” terangnya.
Selanjutnya, Kepala BBSPJIKB, Kemenperin RI, Budi Setiawan berharap, melalui seminar ini, seluruh pihak mampu mendorong industri dalam negeri yang saat ini bersaing hingga ke mancanegara.
“Tentunya hal tersebut sesuai dengan konsistensi dan kualitas produk yang dihasilkan. Sehingga inovasi-inovasi terus bermunculan terutama muncul dari generasi muda. Industri batik dan kerajinan memiliki potensi yang besar,” katanya.
Ia berharap, konsistensi dan peningkatan kualitas produk dapat terus difokuskan dengan memanfaatkan teknologi, meningkatkan daya saing dan meningkatkan eksistensi budaya itu sendiri.
“Eksistensi dan pencapaian itu, dapat dicapai dengan mengikuti standar yang berlaku. Kami juga hadir dalam memberikan sertifikasi produk. Jadi komitmen untuk meningkatkan keberadaan industri batik dan produk lokal ini tidak hanya bertahan, tetapi maju memberikan sumbangsih baik Nasional hingga Internasional,” jelasnya.
Sejalan dengan hal tersebut, salah satu narasumber pada kegiatan seminar tersebut yang juga merupakan CEO Batik Fractal, Nancy Margried mengapresiasi, kreativitas anak bangsa yang terus mengekspresikan karyanya dengan cara membatik dengan menuangkannya melalui teknologi digital.
Ia berharap, membatik bukan hanya bagian dari sejarah, tetapi juga masa depan yang cerah bagi industri kreatif di Yogyakarta bahkan di Indonesia.
“Batik merupakan warisan budaya yang harus dilestarikan. Kami bersama batik fractal akan terus menggali potensi yang ada di setiap wilayah di Indonesia. Sehingga batik memiliki ciri khas di masing-masing daerah dengan metode digital yang saat ini sudah diikuti ribuan pembatik yang tergabung dalam batik fractal,” ungkapnya.
Seminar ini dihadiri oleh berbagai kalangan, mulai dari pengrajin batik, akademisi, pemerintah, hingga pegiat budaya yang memiliki perhatian besar terhadap perkembangan industri batik di Indonesia. (*)