Friday, December 27, 2024
Jurnal Nusantara
HomeDaerahJaksa Minta Hakim Tolak Eksepsi Penasihat Hukum pada Sidang Perkara Dugaan Korupsi...

Jaksa Minta Hakim Tolak Eksepsi Penasihat Hukum pada Sidang Perkara Dugaan Korupsi PMI Kota Yogyakarta

JURNALNUSANTARA.NET – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dan Hubungan Industrial Yogyakarta menggelar sidang ketiga kasus dugaan korupsi di tubuh Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Yogyakarta, Kamis, 27 Juni 2024.

Dalam sidang yang dipimpin Majelis Hakim Wisnu Kristiyanto, SH, MH dan anggota Gabriel Siallagan, SH, MH serta Soebekti, SH beragendakan mendengarkan tanggapan atau pendapat Jaksa Penuntut Umum (JPU) Anisah Hikmiyati, SH, MH dan Mirna Asridasari, SH, MH atas nota keberatan (Eksepsi) yang diajukan oleh Tim Penasihat Hukum terdakwa Agustinus Gatot Bintoro dalam persidangan Kamis, 20 Juni 2024 lalu.

Dalam tanggapannya terhadap eksepsi tersebut, Jaksa Penuntut Umum pada pokoknya menolak secara tegas dan tuntas atas eksepsi dari Tim Penasihat Hukum terdakwa Agustinus Gatot Bintoro.

“Kami Jaksa Penuntut Umum berpendapat terkait keberatan mengenai dakwaan kabur atau Obscuur Libel. Kami tidak sependapat, karena dakwaan sudah diuraikan dengan jelas, lengkap dan memenuhi Pasal 143 KUHAP,” ujar Jaksa.

Terlebih pada penafsiran Kepres nomor 25 tahun 1950 oleh Tim Penasihat Hukum, Jaksa Penuntut Umun berpendapat bahwa Penasihat Hukum tidak teliti dalam membaca surat dakwaan, karena dalam surat dakwaan tersebut telah jelas diuraikan bahwa PMI diberikan fasilitas oleh Pemerintah dengan diakui dan ditunjuk sebagai satu-satunya organisasi yang memiliki kewenangan menjalankan pekerjaan Palang Merah Indonesia di Republik Indonesia Serikat berdasarkan Keputusan Presiden nomor 25 tahun 1950.

“Kami berpendapat bahwa PMI sebagai organisasi kemanusiaan dalam penyelenggaraan kepalangmerahan mendapatkan fasilitas dari pemerintah dengan diakui dan ditunjuk sebagai satu-satunya organisasi yang memiliki kewenangan menjalankan pekerjaan kepalangmerahan,” katanya.

Oleh karenanya, keuangan PMI termasuk dalam lingkup keuangan negara, sebagaimana Pasal 1 angka 1 UU 17 tahun 2023 tentang keuangan negara.

Bahwa keuangan negara pada prinsipnya adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban negara dalam melaksanakan fungsi (pemerintahan) negara.

“Pengertian keuangan negara mencakup pula semua kekayaan negara yang dikelola secara sendiri yaitu pemerintah, semua kekayaan negara yang dikelola oleh pihak lain, semua kekayaan pihak lain yang dipercayakan untuk dikelola oleh pemerintah, dan kekayaan yang diperoleh pihak lain yang mendapat fasilitas dari negara,” katanya.

Maka sambung Jaksa, dengan demikian berdasarkan pengertian tersebut, telah jelas bahwa keuangan PMI Kota Yogyakarta termasuk dalam lingkup keuangan negara dan hal ini secara rinci akan dibuktikan dalam proses pembuktian pada persidangan berikutnya.

“Berkaitan dengan kerugian PMI Kota Yogyakarta yang telah diuraikan dalam surat dakwaan berdasarkan pada alat-alat bukti, yang mana kerugian keuangan negara ini sudah masuk dalam pokok perkara yang akan kami buktikan dalam proses pembuktian pada persidangan selanjutnya,” katanya.

Berkaitan dengan perhitungan kerugian negara oleh Jaksa Penyidik, Jaks Penuntut Umum berpendapat bahwa Jaksa Penyidik mempunyai kewenangan untuk melakukan penghitungan kerugian negara dengan berdasarkan pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 31/PUU-X/2012, tanggal 23 Oktober 2012.

Dijelaskan pula telah banyak putusan perkara tindak pidana korupsi yang kerugian keuangan negara didasarkan pada perhitungan kerugian negara yang dilakukan oleh Jaksa Penyidik dan putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap, diantaranya putusan sela perkara tindak pidana korupsi atas nama terdakwa Suryadarma Ali, perkara tindak pidana korupsi atas nama terdakwa Edy Susanto, perkara tindak pidana korupsi atas nama terdakwa Farrel Everald Fernanda, perkara tindak pidana korupsi atas nama terdakwa Klau Victor Apryanto, dan perkara tindak pidana korupsi atas nama terdakwa Ratna Lestari, serta perkara tindak pidana korupsi atas nama terdakwa Febrianto Dwi Wardhana.

“Berdasarkan uraian-uraian tersebut, kami berpendapat bahwa surat dakwaan yang kami ajukan telah terurai secara cermat, jelas dan lengkap memuat fakta-fakta perbuatan terdakwa yang terungkap sebagai hasil penyidikan dengan cara merangkai perpaduan antara fakta perbuatan tersebut dengan semua unsur tindak pidana yang didakwakan. Sehingga telah sesuai dengan Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP,” jelas Jaksa.

Terakhir, Jaksa Penuntut Umum memohon kepada Majelis Hakim untuk memeriksa dan mengadili perkara ini, memutuskan beberapa hal berikut, menolak keberatan (eksepsi) Penasihat Hukum Terdakwa, menyatakan surat dakwaan penuntut umum sah menurut hukum, dan menyatakan pemeriksaan perkara ini tetap dilanjutkan. (*)

BERITA TERKAIT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_img
- Advertisment -spot_img
- Advertisment -spot_img
- Advertisment -spot_img

berita populer

komentar terbaru