JURNALNUSANTARA.NET – Ada momen menarik yang mencuri perhatian pada gelaran pameran Jogja Coffee Week #2 yang dilaksanakan mulai tanggal 2 – 6 September 2022 di Jogja Expo Center (JEC) yaitu pakar dan peneliti Kopi dan Kakao Indonesia Prof. Dr. Ir. Sri Mulato berbicara tentang Kakao atau Cokelat ditengah pameran Kopi.
Profesor kopi dan kakao ini menyampaikan bahwa pameran Jogja Coffee Week kedua ini merupakan acara kopi paling besar yang pernah dia kunjungi baik jumlah stand maupun pengunjungnya, sehingga momen seperti ini perlu dijaga dengan baik supaya semangat pebisnis kopi terutama yang UKM terus tumbuh, kata Sri Mulato ditemui pada Senin, (5/9/2022) di JEC.
“Saya mencoba mencuri momen ini untuk mensinergikan yang kakao atau coklat, ya mulai dari pohon kakao karena kondisinya menurut saya itu masih lemah maka Komunitas Kopi Nusantara harus mulai mengundang partisipasi mereka, jangan berjalan sendiri ingat karena mereka kan punya saudara yang namanya coklat dan teh, tahun depan diajak pameran bersama,” ungkapnya.
Menurut Sri Mulato konsumsi coklat masyarakat Indonesia masih sangat rendah hanya sekitar 200 gram per orang pertahun jauh sekali dibandingkan dengan warga Jerman yang tidak memiliki biji kakao konsumsinya bisa mencapai 8 kg per orang pertahun, padahal kita memiliki sumber biji kakao atau coklat, paparnya.
“Produksi biji kakao kita masih rendah hanya 440 ribu ton per tahun sedangkan kebutuhan industri mencapai 800 ribu ton per tahun sehingga negara kita masih harus impor dari Afrika yang jauhnya luar biasa,” imbuhnya.
Sebagai satu – satunya pakar dan peneliti kopi dan kakao Indonesia, Prof. Sri Mulato mengusulkan kepada komunitas kopi nusantara agar menjadi market drivernya para petani kakao lewat kopi, karena kopi sudah dikenal dimana mana.
“Kalo pebisnis kopi ini dari hulu sampai hilir dia bisa konek artinya petani itu bisa berhubungan dengan end user bisa jadi pemain di hilir kan berarti maju ini, mesti added valuenya lebih banyak tapi kalo petani kakao bariernya hanya sampai menjual biji kakao masuk ke industri itu tidak bisa karena ada trader,” katanya.
“Mereka memang harus diajak bukan himbauan lagi tapi keharusan, indikator petani kakao itu masih lemah, coba anda tanya orang minum coklat pasti jarang karena sudah punya image coklat itu mahal, saya kan peneliti, saya merekayasa alat pembuatan coklat yang sangat simple,“ tambahnya.
Langkah nyata yang perlu diambil untuk meningkatkan nilai coklat layaknya kopi saat ini menurut Mulato adalah mulai mengedukasi petani kakao itu bisa berhubungan dengan end user seperti kopi dan harus bergabung dengan kopi jangan bekerja sendiri sendiri karena tidak akan mampu.
Prof. Sri Mulato juga mencoba menggabungkan bagaimana petani kakao itu bisa menguasai pengolahan produk di hilir dengan teknologi yang relatif terjangkau dan mudah misalnya membuat permen coklat, karena permen coklat itu biasa diseduh bersama kopi espresso.
”Nanti sambil minum espresso rasa coklat nya akan lebih menonjol, dengan begitu nanti lama lama akan tergerak tidak lagi kena stagnasi di industri besar tapi dia bisa masuk ikut kopi sementara, sampai suatu saat bisa di spin off kalo sudah mampu,” ujarnya.
Petani kakao saat ini seperti pasrah pokoknya asal hidup, yang harus dilakukan memang menggugah petani dengan cara kolaborasi dengan kopi jadi hasil biji kakao punya nilai, karena kelemahannya di marketing ya harus bergabung dengan kopi.
“Sekarang minum kopi dengan coklat itu kan diblending sedikit demi sedikit masyarakat mulai mengenal minuman coklat, sesudah itu serapannya meningkat sesudah itu akan mendapat added value nanti pasti tumbuh di bidang produksinya,” jelas Mutalo.
Saat ditanya apakah coklat bisa jadi gaya hidup seperti kopi, Sri Mulato mengatakan bahwa coklat bisa seperti kopi karena korelasinya adalah dengan pendapatan, kalo pendapatan masyarakat naik, mereka akan mencoba memenuhi kebutuhan sekundernya termasuk makan dan minum coklat seperti minum kopi.
“Pesan saya produksi kakao ditingkatkan, petani mulai dirangsang untuk punya kepercayaan, memang bertani kakao lebih sulit daripada kopi tapi riset kan banyak tinggal adopsi saja,” pesan Mulato sambil tersenyum. (rmd)