JURNALNUSANTARA.NET – Kekuatan dan kearifan lokal masih terpinggirkan oleh raksasa ekonomi nasional, yang jumlahnya hanya beberapa orang saja dari kalangan konglomerat.
Kekuatan ekonomi rakyat dan pertumbuhan ekonomi belum bisa mengandalkan kekuatan dan kearifan lokal, sejauh ini kontribusi konglomerat masih ekskusif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Menurut Rektor Universitas Widya Mataram (UWM) Yogyakarta, Prof Dr Edy Suandi Hamid, M.Ec, ekslusivitas kekuatan ekonomi konglomerat menjadi problem dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan. “Terutama pembangunan sektor ekonomi,” tandas Edy.
Menurut Edy, pembangunan berkelanjutan mengasumsikan pentingnya kesetaraan peran dan status sosial warga. “Tetapi potensi-potensi kekuatan lokal belum bangkit sepenuhnya dan langkahnya kalah cepat dengan sejumlah raksasa ekonomi atau konglomerat,” ungkap Edy.
Menurutnya, konglomerat hanya sebagian kecil orang saja, persentasinya sekitar 0,2 persen, tapi konstribusi ekonominya mencapai 81,9 persen.
Kata Edy, mereka mengatrol pertumbuhan ekonomi secara eksklusif. “Ini tantangan berat dalam pelaksanaan dan mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan yang berbasis kesejahteraan, pertumbuhan dan pemerataan,” kata Prof Edy Suandi Hamid ketika membuka Dies Natalis ke-40 Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) UWM, Selasa (4/10/2022).
Sementara itu Sekretaris Dewan Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UWM), Prof Dr M Baiquni menyatakan, ketimpangan peran itu tidak perlu direspon dengan aksi fisik yang bisa kontraproduktif.
“Lebih baik dihadirkan strategi-strategi alternatif seperti mengembangan ekologi enterpreunersip atau eco-enterpreunership yang melibatkan warga lokal maupun sinergi perusahaan dan elemen kekuatan ekonomi lokal dalam program tanggugjawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility,” kata Baiquni.
Pendapat tersebut disampaikan Baiquni pada kuliah umum menyambut Dies Natalis ke-40 Fisipol UWM.
Prof Baiquni menyatakan, jalan dan logika alternatif masuk dalam kerangka pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs).
Menurut Guru Besar Geografi Regional UGM, jalan alternatif lebih logis di tengah perilaku anomi di tengah masyarakat teknologi 5.0. “Di tengah era desrupsi tersebut perlawanan terhadap kekurangan, ketimpangan, diekspresikan dalam berbagai sikap yang ganjil,” ungkap Baiquni.
Dikatakannya, masyarakat semakin melek teknologi, aktif mengembangkan konten-konten, termasuk hoax dan sampah, gemar perselisihan, perang opini, pornografi dan lain-lain,” kata Prof Baiquni.
Masyarakat era itu dikenal kritis terhadap pemerintah dengan melakukan tekanan politik dan publik melalui sosial media terhadap praktik buruk kekuasaan dan hedonism.
Namun di balik sikap kritis itu, terjadi ironi dalam bentuk manipulasi dan kepalsuan digital, tampilan wajah, perilaku, miskomunikasi, selfi dan selfish atau perilaku yang mengutamakan diri dan cenderung abai dengan sekelilingnya.
Kata Baiquni, ada masyarakat yang gemar “lempar batu, sembunyi tangan”, tidak mengkritik kelemahan pembangunan, kekuasaan dengan terang-terangan, tampak muka.
Pada kesempatan itu digelar pula Fisipol Exhibition in the Cyberspace yang menampilkan karya-karya dosen dan mahasiswa.
Dekan Fisipol UWM, Dr As Martadani Noor, menyatakan, dies fakultas ini bagian dari rangkaian kegiatan Pancawindu UWM, yang puncak acaranya akan dilaksanakan dalam upacara dies pada 7 Oktober 2022 secara daring diikuti oleh para dosen dan mahasiswa Fisipol. (fan)