JURNALNUSANTARA.NET – Sebagai sebuah negara besar dengan penduduk lebih dari 281 juta jiwa, amat sulit bagi pemerintah Indonesia untuk menyelenggarakan secara mandiri dibutuhkan kolaborasi swasta untuk mencerdaskan anak bangsa.
Persyarikatan Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang memiliki perhatian dan menjadi pelopor untuk dunia pendidikan Indonesia menjadi satu di antara lainnya.
Muhammadiyah sejak zaman sebelum kemerdekaan telah menyediakan pelayanan pendidikan untuk bangsa tanpa terkecuali.
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir pada Selasa (3/6/2025) seusai Groundbreaking Pembangunan Gedung TK ‘Aisyiyah Bustanul Athfal (TK ABA) Semesta di Sleman menyampaikan, Muhammadiyah menjadi pelopor penyelenggaraan pendidikan untuk anak usia dini melalui ‘Aisyiyah.
Saat ini TK ABA di bawah pengelolaan ‘Aisyiyah sudah berjumlah lebih dari 20.000 yang tersebar di seluruh penjuru tanah air, bahkan juga sudah ada di beberapa negara lain. Tentu ini bukan jumlah yang sedikit – sekaligus bukti konkret peran Persyarikatan Muhammadiyah mencerdaskan bangsa.
Tak hanya pendidikan bagi anak-anak usia dini, Persyarikatan Muhammadiyah juga menyelenggarakan pelayanan pendidikan pada tingkat sekolah dasar, sekolah menengah, sampai dengan perguruan tinggi yang jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan perguruan tinggi yang disediakan oleh negara.
Peran besar yang diberikan Persyarikatan untuk bangsa ini supaya menjadi pertimbangan para pemangku kebijakan, baik di level legislatif, yudikatif, eksekutif maupun yang lain supaya ketika memproduksi kebijakan bisa adil, tidak diskriminatif ke institusi pendidikan swasta.
“Kalau kemudian melakukan kebijakan, seperti hasil MK kemarin, ya, itu harus seksama. Yang dasarnya jangan sampai mematikan pendidikan swasta yang justru sama dengan mematikan pendidikan nasional,” ungkap Haedar.
Sebab jika dikalkulasi, apakah pemerintah akan mampu mengelola semua pendidikan swasta yang saat ini telah banyak berperan mencerdaskan kehidupan bangsa?
Di sisi lain swasta juga memiliki semangat dari dalam untuk berkembang dengan cepat.
“Saya berharap ketika merumuskan kebijakan-kebijakan dan menetapkan kebijakan, dari eksekutif, legislatif, yudikatif seksamalah. Perhatikan konstitusi, perhatikan kemaslahatan bangsa, dan perhatikan realitas pendidikan dan dunia kependidikan di Indonesia. Di mana swasta punya peran yang sangat strategis,” imbuh Haedar.
Meski tidak sepakat, Haedar menekankan, jika Putusan MK tentang Sisdiknas untuk merealisasikan pendidikan gratis sembilan tahun berlaku, maka implementasinya perlu dengan seksama, komprehensif, dan berpijak pada dunia pendidikan Indonesia di mana swasta punya peran strategis.
Haedar menyarankan supaya institusi pendidikan swasta dan negeri diberikan keleluasaan yang sama untuk mengelola diri. Jika di institusi pendidikan negeri diberi badan hukum sehingga bisa berbisnis, maka di swasta ‘kran’ itu jangan ditutup, terlebih swasta membutuhkan alternatif-alternatif untuk tetap survive.
Haedar menegaskan, institusi pendidikan swasta yang selama ini membantu negara mencerdaskan bangsa jauh dari kepentingan-kepentingan bisnis.
Namun jika ada satu atau hanya dua institusi pendidikan swasta yang berorientasi bisnis tidak kemudian dijadikan sebagai keputusan konstitusi. (*/fan)