Thursday, November 21, 2024
Jurnal Nusantara
HomeOpiniProyeksi Kepemimpinan Kota Yogyakarta ke Depan

Proyeksi Kepemimpinan Kota Yogyakarta ke Depan

SEJAK reformasi, kader-kader Muhammadiyah memimpin Kota Yogyakarta. Jabatan Walikota dan Wakil Walikota Yogyakarta diisi oleh kader-kader Muhamadiyah. Hanya pada masa HS-IP saja, kader Muhammadiyah dibajak dan dipasangkan secara paksa tanpa kontrak komitmen moral dengan orang lain sehingga menjauh dari kultur politik Muhammadiyah.

Pembajakan melalui proses kawin lari dari kultur Muhammadiyah ini menghasilkan periode paling memprihatinkan pemerintahan Kota Yogyakarta, yang sisa-sisa hal memprihatinkan itu masih terasa hingga periode berikutnya. Periode HS-HP meski jauh lebih baik dari masa HS-IP tetap mewarisi dampak tak baik yang berujung jebakan KPK pada Walikota HS. Karena itu HP sebagai wawali yang punya reputasi bersih, cerdas dan pekerja keras pun menjadi ikut-ikutan tercoreng citra kepemimpinannya.

Jika boleh menilai saya berpendapat periode kepemimpinan kader Muhammadiyah di pemerintahan Kota Yogyakarta yang terbaik ada pada masa HZ-SF. Lepas dari kasak-kusuk yang menyebutkan kurang harmonisnya pasangan HZ-SF, bagaimanapun keduanya berhasil meletakkan dasar reformasi pemerintahan Kota Yogyakarta. Pasangan HZ-SF adalah periode kepemimpinan Kota terakhir yang dipilih oleh DPRD, belum pilkada langsung.

Dinamika kepemimpinan Kota Yogyakarta di atas menyiratkan pentingnya kontrak komitmen moral. Jangan sampai ada lagi peristiwa kawin lari politik yang ternyata dampaknya berlangsung panjang tak habis hingga 10 tahunan. Jangan sampai ada lagi kader-kader Muhammadiyah yang dijauhkan dari kultur Muhammadiyah. Harus tetap dipertahankan citra kepemimpinan Muhammadiyah yang berkemajuan dan bermoral serta toleran. Ke depan harus muncul kepemimpinan Kota Yogyakarta dari kader Muhammadiyah yang lebih baik dari periode HZ-SF.

Sampai saat ini Heroe Poerwadi adalah kader Muhammadiyah yang paling banyak disebut punya peluang besar menjadi Walikota Yogyakarta di kalangan politisi. Reputasinya di kalangan masyarakat selama menjadi Wawali adalah bersih, cerdas, dan pekerja keras. Banyak inovasi-inovasi dan prestasi pembangunan Kota Yogyakarta lahir dari buah pikiran dan tangan dinginnya. Meski tertangkapnya HS oleh KPK sedikit ikut mencoreng citranya tapi secara umum sampai sekarang namanya masih berpeluang besar menjadi Walikota.

Nama lain yang mulai banyak dibicarakan terutama oleh para sesepuh Muhammadiyah yang saya temui adalah Moh. Afnan Hadikusumo. Sebagai anggota DPD RI tiga periode yang berbasis massa Muhammadiyah ia dianggap tulus dan banyak dikenal terlibat dalam memperjuangkan aspirasi masyarakat DIY. Selama tiga periode menjadi anggota DPD RI dan sampai saat ini masih menjabat ia telah memiliki simpul-simpul komunitas lintas bidang yang diakrabinya. Dua tahunan ini saya lihat simpul-simpul itu membesar dan sangat mungkin diubahnya menjadi mesin peraih dukungan.

Di luar dua nama itu, ada juga tokoh perempuan seperti DR Normasari, Wakil Rektor UAD yang juga mantan Ketua PPNA dan banyak memiliki komunitas perempuan yang dibinanya. Ada juga Akhid Widi Rahmanta, Ketua PDM. Nama Ahmad Syauqi Suratno, pernah muncul juga, namun tampaknya oleh jamaah Muhammadiyah DIY lebih diminta untuk berlaga di Pileg DPD RI. Dan ke depan mungkin masih muncul nama-nama lain yang potensial dari kader Muhammadiyah untuk memimpin Kota Yogyakarta.

Secara umum dalam pilkada langsung syarat yang ingin menjadi walikota adalah memiliki tiga “tas”. Tas yang pertama adalah kapasitas, yaitu kemampuan yang meyakinkan publik dalam mengelola pemerintahan. Tas yang kedua adalah elektabilitas, yaitu kemampuan meraup suara dalam pemilihan elektoral. Dan tas yang ketiga adalah isinya tas, yaitu modal untuk mendanai proses kampanye dan biaya politik lainnya.

Selain ketiga hal tersebut, bagi kader Muhammadiyah yang akan diajukan menjadi walikota ada beberapa kriteria yang penting untuk dipenuhi. Pertama, berkomitmen menjadikan amanah yang diemban sebagai ibadah menjadikan yogyakarta adil dan makmur. Kedua, berkomitmen pada akhlak yang baik, toleran pada perbedaan, serta mau mendengar kritikan dalam mengemban amanah. Ketiga, berkomitmen untuk menghormati dan menjaga hubungan baik dengan keluarga Kraton Ngayogyakarta dan Kadipaten Pakualaman. Keempat, tidak memiliki rekam jejak berkhianat atau melawan keputusan yang terkait perjuangan dakwah Muhammadiyah.

Selain itu saya juga merasa perlu mengingatkan siapa saja bahwa Muhammadiyah bukanlah partai politik dan memiliki cara kerja politik yang berbeda dengan partai politik. Jangan sampai Muhammadiyah dibawa-bawa untuk pekerjaan yang menjadi ranahnya partai politik. Apalagi dengan cara-cara jauh dari adab dan kekanak-kanakan.

Kader-kader Muhammadiyah calon pemimpin Yogyakarta harus kita dorong untuk menggalang silaturahmi dan ukhuwah antar politisi dan kekuatan politik secara cerdas dan dewasa. Di hadapan partai-partai politik harus menunjukkan keteladanan diri (uswah hasanah) dengan menjauhkan diri dari perilaku politik yang kotor. Hingga tampil penuh integritas dengan pinsip-prinsip moralitas dalam komunikasi politik.

Drs Abd Samik Sandi (Ketua LHKP PDM Kota Yogyakarta)
———
Dikutip dari makalah pada “Dialog Refleksi dan Meraba Kriteria Moral Wali Kota Yogyakarta ke Depan” yang diadakan pada 25 Juni 2022 oleh Forum Alumni Pemuda Muhammadiyah Kota Yogyakarta di Kantor PDM Kota Yogyakarta.

BERITA TERKAIT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_img
- Advertisment -spot_img
- Advertisment -spot_img
- Advertisment -spot_img

berita populer

komentar terbaru