JURNALNUSANTARA.NET – Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS) Apartemen Malioboro City kembali mendesak segera diterbitkan Sertifikat Laik Fungsi (SLF).
Para pemilik yang kini menjadi korban berharap Pemkab Sleman mempermudah proses SLF bukan malah mempersulit masyarakat untuk mendapatkan haknya.
Ketua P3SRS Apartemen Malioboro City, Edi Hardiyanto, dalam keterangan tertulisnya meminta Menteri PUPR yang baru bisa bertemu Pemkab Sleman serta menelaah kembali aturan terkait SLF beserta mekanisme dan regulasinya, karena dinilai lamban, sehingga masyarakat tidak dibingungkan dalam pengurusan SLF.
“Hingga saat ini permasalahan SLF Malioboro City belum ada suatu kejelasan dan kepastian kapan SLF akan dikeluarkan, ada apa dengan DPUPKP Sleman,kesannya enggan SLF dikeluarkan dengan alasan aturan,” ujar Edi, Rabu (30/10/2024).
“Padahal tanggal 25 Oktober 2024 kemarin telah dilakukan rapat koordinasi antara Kementerian PUPR, DPUPKP Pemkab Sleman, Perwakilan Bank MNC dan Perwakilan P3SRS Apartemen Malioboro City dan dicapai kesimpukan bahwa SLF harus segera diteruskan karena Dirjen Perumahan telah menjawab surat Permohoan Bank MNC untuk meneruskan SLF tersebut secara resmi,” tambahnya.
Edi juga menyayangkan sampai saat ini pihak DPUPKP Sleman masih jalan di tempat. Para korban juga mempertanyakan apakah ada kepentingan lain sehingga SLF sulit untuk di keluarkan oleh pemkab Sleman dalam hal ini DPUPKP.
Persyaratan teknis sudah dipersiapkan dan dilaporkan sesuai dengan arahan dan petunjuk dari DPUPKP Sleman, surat jawaban dari Dirjen Perumahan Kementerian PUPR sebagai jawaban atas permohonan Bank MNC untuk meneruskan SLF juga sudah dikirimkan ke Pemkab Sleman.
“Akan tetapi kami melihat jika pihak Pemkab Sleman dalam hal ini DPUPKP memberikan banyaknya persyaratan baik teknis maupun administrasi yang harus dipenuhi pihak MNC Bank selaku pemohon atau yang mengurus ijin SLF ini,” katanya.
Pihak P3SRS Apartemen Malioboro City kini mempertanyakan pengawasan dimana MNC selaku pemilik sah yang baru hendak menyelesaikan perizinan SLF terkesan dipersulit dengan dimunculkannya banyak kekurangan persyaratan yang harus dilengkapi.
Melihat kasus yang sedemikian rumit, para korban menilai pihak Kementerian PUPR harus turun tangan dan mengambil alih masalah ini.
“Bila perlu KPK, Inspektoran Khusus Kemendagri dan Kementrian PU juga digandeng untuk mengawasi proses ini agar transparan. Kami juga mendorong agar dilakukan pertemuan antara Kementerian PUPR, dan DPUPKP Sleman dalam hal ini tenaga ahli teknisnya untuk segera mencari titik temu sehingga permasalahan ini bisa segera selesai dan SLF bisa diterbitkan,” tegas Edi.
“Kalau perlu pihak Kementrian PU mengundang DPUPKP Sleman, MNC Bank, P3SRS, kumpulkan para pihak ini kita finalisasi, kalau perlu hadirkan Inspektorat khusus Kemendagri agar benang kusutnya terlihat letaknya dimana,kami melihat semua pejabat yang berwenang menghindar ketika berbicara terkait SLF dan Malioboro City ada apa,” tambahnya.
Hal tersebut dinilai Sekretaris P3SRS Apartemen Malioboro City, Budijono, ada sesuatu yang tidak wajar dan aneh, serta tidak masuk akal sehat, karena sebuah gedung apartemen dimana bagunan sudah berdiri lebih dari 11 tahun sampai saat ini belum memiliki SLF.
“Yang lebih miris lagi tanpa adanya perizinan yang lengkap dan sah, gedung tersebut bisa diperjual belikan secara bebas bahkan sekarang sudah di huni,” katanya.
Selain itu, pihaknya mendesak agar penanganan perkara yang menyeret para petinggi PT Inti Hosmed supaya diproses sesuai koridor hukum yang berlaku, tanpa ada intervensi pihak manapun. PT Inti Hosmed telah menyengsarakan para konsumen pembeli Apartemen Malioboro City yang sampai saat ini belum mendapatkan legalitas kepemilikan berupa SHM SRS.
“Kita juga mendesak agar para hakim yang menyidangkan terkait kasus Malioboro City, khususnya PT Inti Hosmed, itu tegak lurus, tolong divonis setimpal dengan kesalahannya,” ujar Budijono.
Ditambahkan Budijono, pihaknya akan melakukan aksi di depan Kementerian PU di Jakarta agar Menteri PU yang baru mengetahui carut marutnya birokrasi dan sistem pembuatan SLF di DPUPKP Sleman.
“Ada apa dengan DPUPKP Sleman ada titipan dari pihak mana sehingga SLF tidak kunjung di keluarkan atau ada sesuatu yang di luar teknis dan administrasi yang harus disiapkan, hal ini menjadi dugaan kuat kami dan menjadi asumsi kami, sehingga karena tidak ada hal tersebut,” katanya.
“Sehingga kesalahan dan kekurangan di cari-cari, kita lihat saja kami akan melakukan sesuatu, kesabaran ada batasnya, pemerintah kabupaten tidak tegas dan tidak berani bersikap dan bertindak karena masyarakat yang menjadi korbanya dan saat ini kesannya Pemkab Sleman berpangku tangan, hal ini sangat disesalkan,” pungkas Budijono. (*)