JURNALNUSANTARA.NET – Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3-SRS) Apartemen Malioboro City kembali akan menggelar aksi unjuk rasa pada Senin 23 September 2024 di Kantor Bupati dan Pemkab Sleman serta Kantor Gubernur DIY.
Hal ini sebagai bentuk kekesalan atas sikap Bupati dan Pemerintah Kabupaten Sleman yang inkonsisten memproses perizinan Sertifikat Laik Fungsi (SLF), pasca pendaftaran online yang hingga saat ini belum ada kepastian kapan SLF tersebut akan di keluarkan.
Penegasan hal itu disampaikan Ketua P3-SRS Apartemen Malioboro City, Edi Hardiyanto dalam siaran pers resmi yang dikeluarkannya, Senin (9/9/2024).
“Tanggal 23 September kita akan mengadakan aksi, kami menyuarakan keadilan dan kebenaran, kami akan meluapkan kegeraman kami terhadap sikap Bupati sebagai kepala daerah dan Pemkab Sleman yang terkesan diam, tidak berani bersikap tegas dan diskresi terkesan Pemkab Sleman sengaja menghambat dan mempersulit saling melempar tanggungjawab, apakah mau menunggu ada gempa megathrust, SLF baru akan di keluarkan oleh pemkab sleman khususnya dinas PUPR,” ujar Edi.
Edi menilai, selama ini pihaknya merasa belum mendapat jawaban yang jelas dan tegas dari pihak Pemkab dan Bupati dalam menangani proses perizinan, khususnya dalam hal prosedur SLF sehingga menghambat menuju penerbitan Sertifikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun (SHMSRS). Sedangkan MNC Bank sudah dapat mendaftarkan secara online dan akan melengkapi apa yang menjadi kekurangan berkas yang di minta pihak Pemkab Sleman.
“Namun kenapa pihak PU masih tetap melibatkan pihak pengembang lama untuk dilibatkan dalam proses ini, hal yang sangat aneh bagaikan drama dan sinetron yang kami lihat ada yang aneh dan tidak lazim dalam proses perijinan SLF ini,” kata Edi.
“Keterlambatan penanganan perizinan SLF oleh Pemkab Sleman, menyebabkan kami dirugikan dan merasa dibohongi dan ditipu oleh pengembang,” tambahnya.
Sekretaris P3SRS Apartemen Malioboro City, Budijono pun menegaskan, tahapan penerbitan SLF ini merupakan produk perizinan milik dan wewenang Pemkab Sleman dan tidak ada korelasi dengan hukum yang tengah bergulir atau harus adanya kesepakatan khusus antara pihak pengembang dan pihak MNC Bank sebagai pemilik SHGB bangunan gedung saat ini.
“Kami memberikan deadline jika sampai tanggal 20 September 2024, Dinas PUPR Pemkab Sleman tidak mengeluarkan SLF sesuai syarat dan ketentuan teknis sudah terpenuhi dan dilengkapi oleh pihak pemohon dalam hal ini MNC Bank, pihak Pemkab Sleman tetep tidak mengeluarkan dan banyak alasan lagi kami akan turun ke jalan lagi, kami akan buktikan ini apa yang akan kami lakukan,” tegasnya.
“Pengurusan perizinan sertifikat laik fungsi ini adalah produk perizinan milik dan wewenang Pemkab Sleman dan tidak ada korelasinya dengan hukum yang sedang berjalan, dan kenapa Pemkab Sleman masih melibatkan pihak pengembang yang sampai saat ini tidak ada itikad baiknya menyelesaikan kewajibannya, apalagi mantan Direktur Pengembang Inti Hosmed saat ini sudah mendekam di penjara kurang bukti apa lagi,” lanjut Budijono.
Dia menambahkan, pihaknya akan melakukan Aksi teatrikal membakar 12 keranda mayat dan membakar 12 ban bekas sebagai simbol perlawanan pihaknya terhadap proses penerbitan SLF yang dinilai banyak unsur kejanggalan dan adanya kepentingan.
Apakah masyarakat akan dijadikan korban oleh pihak Pemkab sleman, disini harusnya Bupati berani bersikap tegas dan pasang badan untuk masyarakatnya sebagai korban dari mafia pengembang yang sudah 8 tahun mengharapkan kejelasan dan kepastian mendapatkan SHM SRS.
“Penjelasan yang disampaikan Sekda Pemkab Sleman melalui Kepala Dinas PU dan utusan Bupati Sleman sebagai penjembatan komunikasi dalam mencari solusi saat ini mentok, tidak ada tindak lanjut dan perkembangan ada sesuatu yang janggal dan tidak lazim. Sedangkan Dirjen Pemukiman Kementerian PUPR sudah bersurat resmi kedua pada Pemkab Sleman, apalagi sekarang dan kurang apalagi. Apakah menunggu kami mengamuk dan berbuat lebih ekstrim sebagai bentuk kegeraman dan amarah kami yang seperti dipermainkan dan terkesan mengada-ada, syarat yang di berikan Pemkab Sleman di luar syarat non teknis,” tegasnya kembali.
“Terus terang kami sangat kecewa sampai saat ini kami melihat Bupati dan Pemkab Sleman hanya ingin cari amannya saja tidak berani memberikan kepastian legalitas khususnya SLF yang sudah diajukan MNC Bank, sampai saat ini hanya terkesan lambat dan adanya aturan yang tidak lazim dan banyak retorika teori. Kami butuh bukti nyata sikap dan tindakan yang berguna bagi para masyarakat korban mafia pengembang yang sampai saat ini perkaranya di Polda DIY sudah P19, sudah ada tersangkanya yakni Direktur IH dan diduga Komisaris Utama pengembang ikut terlibat,” katanya.
Budijono juga menilai progres yang dijalankan Pemkab Sleman dalam merampungkan persoalan Apartemen Malioboro City sejauh ini belum terlalu signifikan.
Bahkan notulensi setiap pertemuan dengan pihaknya selalu tertutup dirahasiakan, Budijono menganggap ini sudah menjadi bukti bahwa Bupati dan Pemkab Sleman sedang dalam kondisi tidak baik-baik saja.
“Selama ini kita juga minta notulen rapat, apakah boleh meminta notulen? Setahu saya itu dimana-mana boleh tapi di Pemkab Sleman enggak boleh,” katanya.
“Kami akan tetap aksi di tanggal 23 September 2024, kami akan lebih ekstrim lagi, berbagai cara akan kami lakukan demi memperjuangkan keadilan dan hak kami, dimana sudah 12 tahunan tidak ada kejelasan SHM kami. Kami harus kemana lagi, satu-satunya jalan kami akan membakar keranda mayat dan menyegel ruangan Bupati Sleman. Sekaligus kami akan bakar 12 ban di depan kantor Bupati Sleman sebagai bentuk perlawanan kami terhadap proses yang janggal,” katanya.
Dijelaskan Edi, pihaknya akan mengerahkan ratusan becak untuk mengepung kantor Bupati Sleman dan kantor Gubernur DIY, ini sebagai simbol perlawanan pihaknya terhadap Pemkab dan Bupati Sleman, karena masih memberikan karpet merah terhadap pengembang yang sudah jelas diblokir oleh Ditjen AHU sejak tanggal 20 Oktober 2020.
Penyegelan ruangan Bupati Sleman, ditambahkan Edi, sebagai simbol dan aksi teatrikal yang lebih ekstrim, bentuk kegeraman, amarah dan keprihatinan pihaknya terhadap sikap kinerja Bupati dan Pemkab Sleman dalam penyelesaian kasus Apartemen Malioboro City yang sudah 11 tahun tidak ada kejelasan dan kepastian.
“Kami akan bergerak dengan mengajak aktivis dan korban mafia pengembang. Intinya kami akan mengerahkan ratusan becak untuk kepung Sleman dan Jogja, ini bentuk protes kami. Akan kami buktikan, kami akan berikan kejutan tunggu tanggal mainnya, sudah cukup kami dipermainkan oleh Bupati dan Pemkab Sleman, banyak permainan dalam perijinan ini, apa nunggu gempa bumi terjadi,” tandasnya.
Aksi Malioboro City Memanggil ini akan dilakukan secara ekstrim karena merasa diremehkan oleh Bupati dan Pemkab Sleman yang masih tetap melibatkan pihak mafia pengembang dalam proses ini.
“Sudah tidak ada kaitannya lagi dengan pengembang, surat dari Dirjen sudah ada, saatnya dari Kementerian PUPR turun ke Sleman kalau perlu KPK juga, ada yang salah dan janggal dalam proses ini, selama kami benar, tidak ada kata takut,” katanya.
“Bahkan fasum sampai saat ini belum diambil alih oleh Pemkab Sleman, BPN Sleman juga ada dosa dimana perpanjangan SHGB dapat dilakukan pengembang dengan mudahnya, tidak ada pengawasan ketat dari BPN. Sedangkan tanah fasum ini bermasalah, kami akan mendatangi Kementerian ATR BPN dalam waktu dekat ini, banyak kejanggalan di BPN, kami akan tagih janji Menteri ATR BPN dalam menggebuk mafia tanah, sekarang di Sleman ada dugaan kuat permainan dengan oknum BPN sehingga fasum bisa diperpanjang, kami akan bawa ini ke Komisi II dan ke Mas Menteri AHY kami akan buktikan,” pungkasnya. (*)