JURNALNUSANTARA.NET – Pusat Jajanan Lembah (PUJALE) UGM pada hari ini Kamis, 10 Agustus 2023 menjadi tempat berkumpulnya puluhan perwakilan Eks Pedagang Sunday Morning Universitas Gadjah Mada (SUNMOR UGM) yang ingin mengawal pengiriman surat permohonan audiensi kedua kepada Rektor UGM terkait belum adanya tanggapan resmi kepastian jadwal pertemuan dengan Rektor melalui surat permohonan audiensi mereka yang pertama.
Permohonan ini bertujuan untuk menagih janji pihak Universitas Gadjah Mada (UGM) tentang pembukaan kembali pasar Sunmor UGM setelah mereka lelah menunggu selama kurang lebih tiga tahun akibat pandemi covid diawal tahun 2020.
Berlanjut dengan pergantian pengelola baru oleh Kalurahan Caturtunggal ditambah dengan lambatnya proses pembahasan draft Perjanjian Kerjasama (PKS) antara pihak UGM dengan Kalurahan Caturtunggal, Depok Sleman ( pengelola baru) pasar Sunday Morning atau Car Free Day Caturtunggal sebagai syarat dibukanya kembali pasar tersebut.
Para eks pedagang Sunmor menganggap proses pembahasan draft PKS yang dilakukan UGM dan Kalurahan Caturtunggal tersebut sudah memakan waktu yang terlalu lama apalagi pemerintah RI sudah merubah status pandemi menjadi endemi. Menurut mereka tidak ada alasan lagi untuk tidak segera membuka kembali pasar Sunmor guna percepatan pemulihan ekonomi mereka.
Salah satu perwakilan eks pedagang Sunmor UGM, Nanang Ismantoro, menjelaskan bahwa sudah 3 tahun lebih para pedagang menunggu dengan sangat sabar pembukaan kembali pasar Sunmor yang sudah menjadi mata pencaharian dan keberlangsungan hidup dari lebih 800 pelaku usaha mikro kecil di pasar tersebut.
“Hingga hari ini belum ada info resmi dari UGM kepastian kapan waktunya kita bisa diterima audiensi, kami hanya ingin bisa berjualan kembali dan ingin menjelaskan dampak Sunmor terhadap para pedagang, umkm dan masyarakat dan juga lingkungan kampus karena mereka sudah menganggap Sunmor sebagai bagian dari identitas kampus dan berkontribusi pada kehidupan kampus yang dinamis,” kata Nanang usai menyampaikan surat ke UGM.
“Pasar Sunmor sampai hari ini belum dibuka kembali dan ini memberikan dampak ekonomi yang signifikan terhadap mata pencaharian dan keberlangsungan hidup sekitar 800 hingga 1.000 an pedagang yang sebagian besar adalah pelaku usaha mikro kecil,” tambahnya.
Banyak yang berharap bahwa Universitas Gadjah Mada akan menunjukkan komitmen untuk menemukan solusi yang menguntungkan semua pihak. Hal itu dibuktikan dengan dukungan langsung kepada eks pedagang Sunmor dari pemerintah Kabupaten Sleman dalam hal ini Bupati Sleman, jajarannya, DPRD Sleman dan Kalurahan Caturtunggal sendiri beserta mahasiswa, alumni UGM, dan masyarakat umum yang menilai bahwa Sunmor UGM sudah menjadi bagian dari warisan budaya kampus sejak tahun 1989.
Sebagai Pendamping Pedagang, Ketua Dema Justicia FH UGM Stevanus Hizkhia G mengungkapkan bahwa mahasiswa, masyarakat dan pendukung pedagang Sunmor tetap mengikuti situasi perkembangan saat ini, sambil berharap agar para pedagang dapat segera mendapatkan kepastian mengenai masa depan usaha mereka melalui dialog yang konstruktif dengan pihak universitas.
“Akan kita kawal terus proses ini hingga selesai karena kami punya sejarah dengan bapak ibu di Sunmor, kami advokasi sejak 2006 dan berlanjut hingga sekarang, kami sudah mendengar cerita keluh kesah mereka dan sepertinya memang ada hal yang mengganjal,” papar Stevanus.
“Kalau dari teman – teman mahasiswa sendiri merasa Sunmor punya dampak positif untuk mahasiswa. Kemarin kami sempat bertemu pimpinan kampus, responnya bagus. Kami tanya persoalannya bukan di UGM. Kami ke pihak luar (Kalurahan Caturtunggal), dilempar lagi katanya dari kampus, makanya Kami coba cari jalan keluar karena tak ada kejelasan mereka berjualan. Kami percaya ini masalah bisa diselesaikan dengan diskusi dari hati ke hati,” pungkasnya. (rmd)