JURNALNUSANTARA.NET – Perguruan tinggi sebagai entitas yang berisi kaum cendekiawan, memiliki tanggung jawab bukan saja untuk mencerdaskan anak didik dan masyarakat, serta melaksanakan pengabdian pada masyarakat, namun juga harus memiliki kepedulian dan hadir pada saat masyarakat membutuhkan pencerahan dan sikap dari akademisi terhadap situasi yang terjadi.
Disampaikan Rektor UWM Prof. Dr. Edy Suandi Hamid, M.Ec, kampus tidak boleh hanya berdiri di balik tembok atau pagar yang seolah eksklusif dengan dunianya sendiri.
“Situasi Bangsa akhir-akhir ini mengalami kebingungan terhadap pernyataan, sikap, dan perilaku sebagian petinggi dan pejabat negara dalam mengendalikan Negara Kesatuan Republik Indonesia, khususnya menjelang Pemilihan Umum ini,” ujarnya dalam keterangannya, Rabu (7/2/2024).
Persoalan-persoalan yang terkait dengan keputusan Mahkamah Konstitusi No.90/PUU-XXI/2023, yang secara nyata melanggar etika.
Penggunaan anggaran belanja negara untuk Bansos yang secara kasat mata diberikan kepada masyarakat yang berhak, namun dibelokkan untuk mendorong dan menaikkan elektoral Capres/Cawapres tertentu, serta adanya Pelanggaran etik Ketua KPU terkait pencalonan Cawapres Gibran Rakabuming Raka dan tindakan yang menunjukkan Pejabat yang partisan dan tidak netral.
“Pelaksanaan pemilu tanggal 14 Februari 2024 semakin dekat, kita berharap pemilu bukan saja menghasilkan pemimpin yang baik bagi bangsa tetapi juga berlangsung aman tentram jujur dan adil,” ungkap Edy Suandi Hamid.
Namun, situasi saat ini menunjukkan suasana yang memprihatinkan, karena melihat praktek-praktek yang nyata dalam upaya untuk memenangkan salah satu pasangan calon, terjadi banyak penyimpangan dan ketidaknetralan pejabat negara.
Pendidikan politik yang baik telah ditunjukkan oleh Prof. Dr. Mahfud MD sebagai Menkopolhukam yang telah menyatakan mengundurkan diri dari jabatannya untuk menghindari conflict of interest.
Ini merupakan contoh yang baik, yang diharapkan bisa diikuti oleh pejabat lainnya yang terlibat sebagai calon ataupun juru kampanye (atau tim pemenangan dari paslon tertentu).
Sesuai ketentuan yang ada, maka kegiatan-kegiatan yang terkait dengan kampanye atau dukungan pada salah satu calon tidak boleh menggunakan anggaran ataupun fasilitas negara.
Terdapat indikasi yang nyata adanya penggunaan dana APBN melalui bantuan-bantuan ke masyarakat yang ditumpangi kepentingan politik praktis untuk mendukung calon atau partai tertentu.
Dengan melihat fakta-fakta dan situasi di atas, maka Civitas Akademika Universitas Widya Mataram menyatakan sikap sebagai berikut:
1. Meminta Presiden dan segenap Petinggi Negara menunjukkan kenegarawanan dan menjadi teladan dalam menegakkan etika politik dan hukum untuk membangun demokrasi yang baik di negeri ini.
2. Mendesak semua Pejabat Negara dan Pengambil/Pelaksana Kebijakan, dari pusat hingga Daerah untuk tidak memanfaatkan institusi kepresidenan untuk kepentingan politik keluarganya dengan berpihak pada salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden.
3. Mendesak Presiden Joko Widodo dan semua Pejabat Pemerintah, TNI, dan Polri untuk tidak menyalahgunakan otoritas dengan memanfaatkan dan mengerahkan sumber daya negara untuk kepentingan politik pragmatis golongan tertentu, termasuk menghindari politisasi dan
personalisasi bantuan dari pemerintah.
4. Mengajak semua elemen Bangsa mengawal pelaksanaan Pemilihan Umum agar berlangsung jujur, adil, dan damai, serta menjunjung tinggi hak asasi setiap warga negara.
5. Mengajak semua warga negara yang mempunyai hak suara untuk menggunakan haknya dengan memilih calon pemimpin sesuai dengan hati nuraninya, tanpa terpaksa atau dipengaruhi oleh siapapun dengan politik uang atau sejenisnya.
6. Mendesak penegak hukum untuk segera menangani kasus-kasus pelanggaran yang terjadi selama proses pemilu 2024 dan memastikan pemilu yang berintegritas, sehingga terwujud kepercayaan publik terhadap pemerintah. (*)