JURNALNUSANTARA.NET – Bank Indonesia (BI) berencana menerbitkan mata uang rupiah digital bank sentral atau Central Bank Digital Currency (CBDC).
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Doni Primanto Joewono mengatakan, akhir tahun ini BI akan mengeluarkan kajian yang berisikan rencana atau konsep mata uang digital bank sentral, juga rupiah digital.
Menurutnya kajian tersebut juga akan diikuti oleh consultated paper yang mana kajian tersebut berisikan langkah-langkah besar yang harus dilakukan sebelum memasuki tahapan percobaan dan memulai penerbitan CBDC.
“Dalam waktu dekat, sebagai bagian dari progres pengembangannya, sekarang BI akan menerbitkan white paper, diikuti oleh consulted paper, makalah ini merupakan langkah besar sebelum menguji konsep dan masuk ke fase uji coba,” kata Doni beberapa waktu lalu.
Menanggapi hal itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, rupiah digital muncul sebagai kekhawatiran akan penggunaan mata uang kripto di Indonesia yang semakin meningkat.
Padahal menurut Bhima, penggunaan mata uang kripto ini bisa mengancam stabilitas di sektor keuangan.
Kendati demikian, Bhima menyebut ada sejumlah syarat agar penggunaan rupiah digital bisa efektif.
Pertama, pemerintah harus memblokir total mata uang kripto, sehingga CBDC hanya satu-satunya mata uang yang sah.
“Merujuk pada China yang meluncurkan yuan digital, disatu sisi China melarang total transaksi bitcoin dan berbagai kripto lainnya,” kata Bhima, seperti dilansir Kompas.com, Senin (18/7/2022).
“Jangan ada ‘matahari’ kembar, karena rupiah digital bisa tidak laku,” sambungnya.
Kedua, pemerintah harus menjamin protokol keamanan data dan keamanan platform untuk mencegah aksi spekulasi rupiah digital.
Menurutnya, perencanaan rupiah digital harus sangat matang. Sebab hal itu akan mempertaruhkan kredibilitas otoritas moneter dan kurs rupiah.
Ketiga, interoperabilitas, yaitu rupiah digital bisa digunakan lintas negara dan lintas platform digital.
Bhima menuturkan, jika penggunaan rupiah digital benar-benar sukses, hal itu akan memberi dampak positif bagi Indonesia.
“Transaksi bisa lebih aman dan cepat karena dasar teknologinya adalah blockchain, jelas mendorong digitalisasi keuangan di Indonesia,” jelas dia.
“Kemudian dapat menurunkan biaya transfer antar bank secara signifikan, lebih stabil dibandingkan transaksi mata uang kripto yang nilainya naik turun karena tidak ada pengendali otoritas bank sentralnya,” kata dia. (*)